Kelas menengah di Indonesia belakangan ini lagi banyak dapet sorotan. Soalnya, ada tanda-tanda kalo mereka mulai kesulitan ngikutin tekanan ekonomi yang makin berat. Salah satu bukti yang bikin penasaran ada di data transaksi QRIS, yang katanya nggak secerah dulu lagi.
Deflasi yang jalan berbulan-bulan bikin semua makin sulit. Barang yang dulu bisa kebeli dengan uang segitu, sekarang cuma dapet lebih sedikit. QRIS, yang tadinya jadi cara praktis buat transaksi, malah kasih sinyal kalo konsumsi masyarakat mulai melandai. Disini kita bakal bahas Fakta Baru! Transaksi QRIS Bukti Kelas Menengah RI Lagi Tertekan.
Tapi jangan salah, cerita ini bukan cuma soal angka. Data ini beneran nunjukin kondisi real yang dialamin sama banyak orang di lapangan. Yuk, kita bongkar lebih jauh apa yang sebenernya terjadi dan apa sih dampaknya ke kita semua. Stay tuned!
Transaksi QRIS Bukti Kelas Menengah RI Lagi Tertekan
Yuk, kita kupas tuntas artikel Fakta Baru! Transaksi QRIS Bukti Kelas Menengah RI Lagi Tertekan. Belakangan ini, kelas menengah di Indonesia kayaknya lagi “nggak baik-baik aja,” deh. Banyak yang mulai ‘turun kasta’ alias harus berjuang lebih keras buat survive. Fenomena ini keliatan banget di dunia perbankan, terutama dari catatan transaksi QRIS. Data dari Bank Jatim (BJTM) kasih gambaran jelas gimana transaksi QRIS mulai menurun sejak pertengahan 2024.
Direktur Utama Bank Jatim, Busrul Iman, ngomong kalo transaksi QRIS Merchant di bulan Juni 2024 sempet nyentuh angka Rp176,30 miliar. Tapi, masuk ke Juli, angkanya langsung drop ke Rp127,91 miliar. Agustus pun cuma naik dikit jadi Rp130,51 miliar. Ya, walaupun kalo dihitung dari awal tahun, angka Agustus ini masih lebih tinggi dibanding Januari yang cuma Rp76,11 miliar.
Busrul juga bilang, turunnya transaksi QRIS ini kebetulan barengan sama tren deflasi inti yang udah berlangsung selama empat bulan berturut-turut sejak Mei 2024. Meski begitu, layanan digital Bank Jatim kayak J Connect Mobile sama transaksi pake kartu debit masih bisa kasih hasil yang positif.
Nggak cuma Bank Jatim, bank lain juga ngalamin hal serupa. Misalnya, OK Bank Indonesia (DNAR). Direktur Kepatuhan OK Bank, Efdinal Alamsyah, cerita kalo tabungan nasabah mereka turun sekitar 12% secara tahunan per awal September 2024. Efdinal jelasin, daya beli masyarakat yang makin turun bikin orang lebih milih buat prioritasin kebutuhan pokok daripada hiburan atau makan di restoran.
“Keliatan banget dari perubahan pola transaksi. Kategori hiburan sama makan di luar jadi menurun, sementara belanja buat bahan makanan sama kebutuhan rumah tangga malah naik,” katanya. Jadi, orang-orang sekarang lebih mikir buat apa yang beneran penting aja.
Beda lagi cerita dari Bank BJB (BJBR). Direktur Utama BJB, Yuddy Renaldi, bilang kalo meskipun frekuensi transaksi nasabah masih tumbuh, nilainya justru mulai turun. Kenapa? Karena daya beli kelas menengah ini tertekan gara-gara inflasi. Contoh kecilnya nih, dulu dengan Rp100 ribu tuh bisa dapet 10 barang, sekarang nominal yang sama cuma cukup buat beli 8 atau 9 barang aja. Jadi, meskipun jumlah uang yang dikeluarin nggak beda jauh, barang yang didapetin jelas lebih sedikit.
Bank besar kayak BCA (BBCA) juga nggak sepenuhnya kebal dari masalah ini. Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, bilang transaksi QRIS dan debit masih aman-aman aja. Tapi, kredit retail keliatan mulai berat. Meski begitu, ada kabar baik dari kredit konsumsi kayak KPR sama kredit kendaraan (KKB) yang tetap naik. Menurut Jahja, ini gara-gara bunga pinjaman yang lagi murah, jadi banyak yang ambil kesempatan buat nyicil rumah atau mobil.
Kelas Menengah Susut, Banyak yang Turun Kasta
Data dari BPS juga nggak kalah bikin kaget nih. Jumlah kelas menengah di Indonesia turun drastis dari 57,33 juta orang di 2019 jadi tinggal 47,85 juta orang aja di 2024. Ini artinya ada sekitar 9,48 juta orang yang pindah ke level ekonomi lebih rendah.
Sementara itu, kelompok aspiring middle class alias kelas menengah rentan justru makin banyak. Dari yang tadinya 128,85 juta orang di 2019, sekarang naik jadi 137,50 juta orang. Sama halnya dengan kelompok rentan miskin, yang juga naik signifikan dari 54,97 juta di 2019 jadi 67,69 juta orang di 2024.
Perubahan ini jelas jadi tantangan buat kelas menengah di Indonesia. Tapi, bukan berarti nggak ada harapan. Banyak orang yang mulai nyari cara buat adaptasi, kayak lebih bijak atur pengeluaran atau nyari peluang baru. Di sisi lain, pemerintah dan sektor keuangan juga perlu terus kasih dukungan buat mastiin kelas menengah bisa bertahan dan bahkan bangkit lagi.
Penutup
Fakta Baru! Transaksi QRIS Bukti Kelas Menengah RI Lagi Tertekan nunjukin kalo hidup kelas menengah sekarang nggak se-stabil itu. Ekonomi yang berat bikin daya beli mereka makin kepukul, dan ini jadi pengingat buat kita semua buat lebih hati-hati atur keuangan.
Prioritasin kebutuhan utama dulu, ya, biar nggak keteteran. Semoga kondisi ini cepet membaik, karena kelas menengah tuh sebenarnya faktor penting buat gerakin ekonomi kita.
Thanks udah baca artikel ini sampai habis, guys!